Hijab Tak Menutup Syahwat - Part 3

Karena trauma yang mendalam, untuk sementara waktu, aku menampung Riri di kamarku. Setelah kejadian percobaan pemerkosaan itu, praktis Riri tidak berbicara banyak. Dia hanya bisa memeluk lutut, untung saja tidak ada barangnya yang hilang sehingga tidak sulit aku mendapatkan nomor temannya dari handphone-nya, namun, saat aku mencoba menghubungi temannya, tanganku dicegah,

“Kak, jangan kasih tahu temanku kak”, muka Riri terlihat pucat pasi.




“Lah, terus gimana Ri ?”, Riri tidak menggubris, dia segera memelukku. Ah, putingnya menyapu tanganku, jelas saja, sejak tadi malam, dia tidak memakai bra.

“Kak, ambilin bajuku di kost aja. Aku takut keluar kamar ini. Nanti aku dicariin sama mereka” Aku yakin yang dimaksudnya dengan “mereka” adalah orang – orang yang mencoba memperkosanya semalam.

“Lah, terus gimana donk?” Aku bingung

“Aku takut kak. Tolongin aku. Jangan bawa aku keluar dari ruangan ini” Riri mulai menangis. Seperti kejadian semalam merupakan kejadian yang sangat menyeramkan baginya.

Menyadari mental Riri sedang terguncang, aku mengingat sahabat terbaikku, Chantika. Aku mencoba menelponnya, tidak diangkat. Kucoba lagi, tidak diangkat. Aku baru sadar jika hari itu adalah hari seminar nasional, sedangkan aku adalah penanggung jawab panggung seminar. Habislah namaku di fakultas. Namun, ketika aku mencoba berdiri, Riri menahan tanganku. Lalu kuputuskan untuk men-chat Chantika saja.

“Kakak tidak bakalan kemana – mana kan?”, dia memasang muka yang sangat memelas, memohon untuk tidak ditinggalkan.

“Ya sudah. Kamu istirahat aja ya Ri. Kakak pesanin Gofood aja dulu”, aku menenangkannya dengan mengelus rambut panjang dan punggungnya. Kulitnya halus. Ah, pikiran kotorku segera kuusir.




“Dan, bangun woy. Udah jam 2. Shalat dulu gih sono” Chantika berteriak di telingaku.

“Uhh, sorry Tik. Aku ketiduran setelah makan tadi” Aku mengusap mataku.

“Kamu tadi dicariin. Tapi waktu ngeliat chat kamu, aku bilang ke Pak Susanto kalau kamu disuruh pulang dulu ama keluarga. Nenek kamu meninggal” Cerita Tika sembari membereskan sisa makananku dan Riri.

“Nenekku meninggal? Husss….jangan ngomong ngawur kamu Tik. Entar kenyataan”. Aku membantu Tika membereskan barang – barang di kamarku, sedangkan Riri masih tertidur di kasurku.

“Lah, kan emang semua nenek kamu udah meninggal Dan. Gimana sih” Dia menendang punggungku. Dia memang sedikit kasar untuk level perempuan. Tapi itu dikarenakan kami sudah sangat akrab.

“Shalat dulu gih sana”, perintah Tika

Aku segera mengambil air wudhu dan shalat. Sedangkan Chantika melanjutkan kegiatan membersihkannya.



“Kalau boleh saran sih, kamu inepin aja dulu si Riri ini. Mentalnya masih terguncang” Ucap Tika saat aku memasuki kamarku.

“Hah? Sekamar ama cewek? Pakaiannya gimana?” Aku bingung

“Tenang, aku udah hubungin Susi, temen seangkatannya dia untuk ngambilin pakaiannya si Riri dulu di kostnya”, Riri terlihat sudah bangun dari tidurnya.

“Lah, entar si Susi mikirnya macem – macem lagi” Aku masih tidak mau menerima kehadiran Riri di kamarku.

“Udah aku bilangin kalau tipesnya si Riri kambuh. Jadi dia nggak bisa kemana – mana. Dia nurut aja”, Chantika membuka jilbabnya, sepertinya kamarku terlalu panas untuk ditempati oleh kami bertiga.

“Rambut kamu potong dikit napa Tik. Panjang bener”. Aku mengelus rambutnya manja.

“Hehe, kamu yang potongin gih, ini ada gunting. Kan waktu sekolah kamu bisa nyukur”, ucapnya sembari menyodorkan gunting padaku.

Dengan sigap, aku memotong rambutnya yang sudah sampai pinggangnya, kupotong hingga pertengahan punggungnya. Iseng, aku Tarik tali bra-nya setelah selesai mencukur.

“Setan lu Dan. Sakit tahu”, dia menendangku lagi.

“Hahaha….Salah sendiri pakai baju kok rada transparan. Ya dihukum lah”. Aku tertawa, membuat kesadaran Riri sepenuhnya terbangun.

“Ah, serius lu Dan? Tali BH-ku emang jelas banget ya keliatannya?” Tika memasang wajah bingung.

“Nggak juga sih Tik. Kalau dari dekat kayak jarakku ini ke kamu, agak sedikit keliatan” Aku mulai serius.

“Eh, Tika. Riri gimana tuh?”, Aku baru mengingat tentang Riri setelah melihatnya terbangun di sebelahku.

“Eh, udah bangun. Oh ya, Ri. Kamu disini sebulanan aja ya. Nanti kak Dandi yang anterin kamu”, aku segera memasang wajah Tanya pada pernyataan Tika. Aku mau menyangkal ketika aku mendengar suara salam di luar. Sepertinya Susi datang membawakan barangnya Riri. Karena sedang terburu – buru, dia pun meninggalkan kostku.

“Dan, dia disini sebulan ya. Aku minta tolong. Jagain dia ya. Kan dia junior kamu juga” Ah, kalau sudah Tika yang minta, aku tak bisa apa – apa lagi.

Alhasil, malam ini dan selama sebulan ke depan, aku harus sekamar dengan Riri. Semoga imanku kuat. Kak Ridwan dan kak Reza pun sudah sepakat untuk sebulan ini aku menyimpan Riri di kamarku. Untuk kuliah, sepertinya Riri sudah tidak peduli lagi untuk semester ini. Dia terlalu takut untuk keluar. Menurut penuturan Tika, aku harus terus menghibur Riri. Apaan -_-, diriku aja jarang kuhibur, apalagi menghibur orang.


Malam itu, aku hanya membaca buku saja. Riri sudah tidur. Aku tidak tahu sudah berapa jam total dia tidur. Aku biarkan saja

TING…TING…

Bunyi chat dari HPku,

Dan, kok kamu tadi nggak ke kampus? –Kak Tias-

Maaf kak, tadi ada masalah di kost


Tiba – tiba, kak Tias menelponku. Aku kaget, namun segera kukendalikan diriku. Aku mulai berbicara dan mengobrol dengannya. Tanpa terasa, kami sudah saling telpon selama 2 jam. Aku kemudian pamit untuk tidur.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Hijab Tak Menutup Syahwat - Part 3"

Post a Comment