Hijab Tak Menutup Syahwat - Part 5

-Dan, aku minta maaf ya. Tadi waktu lagi makan kamu diteriakin ama Roni- Chat dari kak Tias

-Eh, nggak apa kok kak. Hehe. Mungkin aku aja yang emang nyebelin” –Aku membalasnya

Hari yang rumit. Ini sudah 2 minggu Riri tinggal di kamarku. Dia sudah sedikit ceria, yang aku sukai darinya adalah kamarku tidak perlu aku bereska setiap kali aku keluar. Karena Riri sudah pasti bakalan membersihkan dan merapikan barang – barang yang berantakan di dalam kostku. Selain itu, aku baru tahu jika dia anak yang ahli IT, lumayan, dia kutinggalkan laptopku saja di kost, menyuruhnya untuk mengerjakan beberapa video dokumentasi yang kurekam beberapa hari yang lalu. Yang menyebalkan darinya adalah dia masih hemat bicara. Tapi kalau soal bercandaan ala Chantika, dia juga sudah mengadopsinya. Dia berani mencubit dan mendorongku ketika aku menggodanya.
 
 


Selain Riri, kak Tias juga mulai membuatku pusing. Bayangkan saja, di saat aku dipanggil oleh kak Tias untuk makan, datang mantannya, kak Roni. Dia mengataiku dan memprovokasiku, tapi aku ditahan oleh kak Tias dan menyuruhku pergi. Ketika aku pergi, aku melihat kak Tias sedang digodai dan dibelai dagunya oleh kak Roni. Dari cerita yang kudengar dari kak Tias. Kak Roni adalah mantannya yang sangat mencintainya, namun, Roni selalu saja menggoda kak Tias untuk berbuat yang tidak senonoh.

Aku melempar tasku ke dalam kamar, aku melihat Riri sedikit terkejut melihat mukaku kusut. Namun, dia tetap diam saja.

TING….TING…

Sebuah chat masuk di HPku

-Dan, jangan lupa tugas kita diedit ya. Video yang wawancara itu. Kalau tidak, AWAS KAMU !! –Lala

Namanya Laila Ningrum Ayuningtyas, perempuan berkhimar yang lumayan cerewet dan bureng di kelasku. Dia selalu memakai pakaian terusan. Kami sekelas memanggilnya Lala.

TING…TING…

Sebuah chat masuk lagi di HPku, kali ini dari Chantika

-Dan, ke kostku dulu. Aku lagi nggak enak badan nih-

-Terus, si Riri gimana Tik? Kasian kalau ditinggal sendiri. Ini baru 2 minggu lho-

-Bentar, aku telpon dia ya. Kalau dia bilang iya, kamu kesini ya-

-Oke deh. Aku mandi dulu ya beb :*-

Aku lalu berangkat ke kamar mandi, maklum, sekarang sudah menunjukkan pukul 7 malam. Aku capek sehabis seharian beraktivitias di kampus. Sembari mencoba membuang pikiran yang memenuhi pikiranku. Tentang kak Roni, kak Tias, dan Lala. Semoga Chantika bisa membuatku sedikit melupakan masalahku malam ini.

Karena ini merupakan pertama kaliku pergi ke kost Chantika, aku menyuruhnya untuk menungguku di depan kostnya. Aku memacu mobilku menuju daerah belakng kampus, jalanannya lumayan bagus, meski masih tergenang air di sana sini. Aku masih tidak tahu apa alasan Tika mengajakku ke kostnya malam ini. Aku Cuma mengira bahwa dia sedang dilanda kerinduan kepadaku. Maklum saja, aku sudah hampir 2 minggu tidak brcanda dan nongkrong bareng bersamanya semenjak Riri menginap di kamarku. Tidak terasa, aku sudah sampai di sebuah kost yang lumayan elit. Aku melihat seorang cewek dengan menggunakan celana training abu – abu, kaos bergambar hello kitty dan jilbab berwarna hitam, dia melambaikan tangan padaku dan menunjukkan tempat parkiran padaku.

Aku turun dari mobil dan segera disambut kehangatan senyuman Chantika. Dia menyuruhku untuk mengikutinya dari belakang. Mataku tentu mencoba curi pandang ke daerah kost-annya. Kost tersebut memang kost khusus cewek, akan tetapi, aku melihat ada beebrapa cowok yang juga sedang mengapel di kamar – kamar penghuni. Menurut Tika, pemilik kostnya sendiri sering bepergian keluar kota, sehingga tidak peduli dengan tamu kostnya. Di ujung sebuah lorong, di sebelah kiri, terdapat pintu berwarna putih. Tika menariknya dan segera memberikan kode kepadaku untuk masuk.

Mataku tak bisa lepas dari interior yang disajikan dalam kamar tersebut. Ada sebuah ranjang spring bed, ada lemari berukuran besar, TV serta kamar mandi. Chantika menarik tumbukan baju di atas ranjangnya, lalu masuk ke dalam kamar mandi Dia sepertinya hendak mengganti pakaiannya menjadi piyama, maklum, sekarang sudah jam 11 malam. Dengan memakai jilbab warna maroon, piyama berwarna putih dengan detail berupa bintang – bintang, Tika menarik guling dan mengodeku untuk duduk di depannya. Sepertinya dia ingin menceritakan sesuatu kepadaku.

“Dan, gimana kabar si Riri?” Tika memperbaiki duduknya

“Ya, udah agak baikan sih. Tapi tetep aja traumanya belum sembuh sempurna” Aku menjawabnya dengan serius

“Dan, semenjak ada Riri, kamu jadi jarang di kampus. Habis kuliah, langsung pulang. Kamu nggak ngapa – ngapain kan sama Riri?” Tika seperti sedang menginterogasiku.

“Ah, nggak. Cuma takut aja gitu kalau si Riri kenapa napa. Apalagi dia kan ada di kamarku” Aku membantah pernyataan Tika.

Kami terus melanjutkan cerita tentang Riri, makin lama, air muka Tika makin menunjukkan kesedihan. Dia menepikan gulingnya dan hanya duduk bersila di hadapanku. Aku hanya bisa memperhatikan sahabatku yang bercerita panjang lebar tentang dampak yang sedang diterima oleh Riri oleh peristiwa pemerkosaan itu. Waktu sudah menunjukkan jam 12 malam lewat 6 menit.

“Dan, kasian ya si Riri. Padahal baru juga semester 1, kuliahnya langsung terbengkalai Cuma gara – gara cowok” Tika tidak kuasa menahan tangisnya. Aku berinisiatif memeluknya, dia menerima pelukanku, Tika pun menangis di dalam pelukanku. Di tengah tangisnya, sering aku mendengar,
“Aku sayang kamu Dan”, namun aku tak yakin dengan tingkat kebenarannya.

Aku mencoba menenangkan Tika dengan mengelus punggungnya. Aku membelainya dengan pelan, agar ia tenang. Ia sudah berhenti menangis dan agak sesegukan. Tika kemudian mengangkat wajahnya, dan melihatku. Kini kami dalam posisi saling tatap menatap. Aku tidak tahu sedang dalam kondisi dan situasi seperti apa sekarang. Tiba – tiba, tanpa aku sempat sadari, mulutku dan mulut Tika sudah beradu. Dia memagut mulutku dengan liarnya, aku berusaha mengimbanginya. Aku mencari lidahnya, setelah beberapa ka,I usaha, aku berhasil. Uhhhh……betapa nikmatnya. Jujur saja, ini adlaah ciuman pertma yang kulakukan ketika aku sudah menginjak bangku kuliah.

Terdorong nafsu yang sepertinya makin menggebu, aku mendorong badan Tika ke kasur, sehingga posisinya sekarang terlentang. Nafas Tika memburu, dia sudah tidak bisa mengendalikan dirinya. Aku mencoba mengaur tempoku. Lalu segera kusergap mulutnya dengan mulutku sekali lagi. Kali ini, aku menindihkan badanku pada Tika. Tika seperti orang kesetanangan merasakan pecumbuan kami ini. Hampir 10 menit berciuman, aku segera mencuri kesempatan, aku meremas toket Tika. Dia melenguh, namun tertahan mulutku. Aku terus saja meremas remas toketnya, sebuah kekenyalan yang sangat luar biasa. Badan Tika mulai bergelinjang dan terangkat ke atas. Aku menganggapnya sebagai ungkapan bahwa Tika menikmati kegiatan kami.

Dengan mengingat kembali permainan kak Ridwan dan kak Nisa semalam, aku tetap berciuman dengan Tika sembara tanganku membuka kancing piyama yang ia kenakan. Setelah kancing terakhir, terlihat lah bra berwarna hitam yang seakan ingin memuntahkan isinya. Aku mencoba mencari nomornya, 32D. Dalam kondisi seperti ini, aku segera menaikkan cup bra-nya dan terpampanglah pemandangan indah yang bisa kulihat dan kurasakan. Aku memelintir pentilnya dan tetap memainkan payudaranya. Setiap aku memelintir payudaranya, saat itu Tika menggelinjang hebat dan melenguh.

“Dan, jangan mainin to…..hmpppppffftttt” Tika kembali berusaha berjuang menahan lenguhannya.

Tanganku tak bisa diam meremas dan memelintis pentilnya, mulutnya pun tidak membiarkan toket besar kanannya menganggur, aku meenyusu, memelintis pentilnya dan sesekali memberika cupangan pada daerah dadanya.

Setelah lama memainkan toket Tika, segera kutaris turun celana piyama ang ia kenakan, mudah saya melolosinya. Selanjutnya aku sisa menarik turun CD berwarna hitam dengan renda – renda miliknya. Setelah berhasil kupelorotkan dengan sekali tarikan. Akhirnya muncullah memek berwarna merah muda yang rajin dicukur bulunya. Melihat memek, juniorku seakan bertemu dengan ibunya, segera kubuka seluruh pakaianku dan memperlihatkan juniorku yang berdiri menabuh gendering perangnya.

“Dan….Lupa mau ngapain? Dan…..Pliss Dan” Tika dengan tenaga yang tersisa mencoba melawan saat mulutku mulai mencari klitorisnya, namun ketika ketemu, segera kujilat dan membuatnya tidak dapat menahan lenguhan panjangnya. Cukup lama mulut dan tanganku memainkan memeknya, hingga melihat memeknya sudah cukup mengkilat karena cairan cintanya, aku segera mengangkan kakinya dan segera mencoba menghujamkan juniorku ke memek Tika.

“Dan….Kamu jangan perkosa aku Dan. Kita udah sahhhhhhh……..Hmmmmmmmpppfffff pelan – pelan”, Tika sudah tak dapat menahan lenguhannya saat juniorku mulai memasuki zona merah. Aku mendorong secara perlahan – lahan. Melihat Tika menunjukkan wajah kesakitan, aku tengkurap dan menciumnya dan memasukkan juniorku perlahan. Sempit sekali memeknya, jelas saja, ini adalah memek perawan. Kucoba dorong lagi, hingga akhirnya aku seperti menabrak sebuah dinding. Sementara itu, Tika terlihat berjuang Manahan kenikmatan yang menjalar ke sekujur tubuhnya. Saat kuhentekkan juniorku, saat itu pula TIka terkejut dan tanpa sadar menggigit bibirku.

Aku membiarkan kontolko sebentar, kemudian segera kugenjot tubuh Tika yang sudah banjir keringat. Aku ingin segera menyelesaikan pertempuran kami ini. Baru sekitar satu menit aku menggenjotnya, Tika sudah tidak mampu menahan orgasmenya yang ketiga. Dia sudah hampir kehabisan tenaga, aku mempercepat aktivitas genjotanku, berburu puncakku juga. Aku melihat setitik air mata di pelupuk mata Tika. Mungkin ia tidak menyangka jika sahabatnya sendiri lah yang akan merebut perawannya.

“Daaaaaannn, ahhhh, ahhhh, akuuuu, mauaaaah saaampaaaaiaaaah”

“Di saat ia selesai mengatakan itu, di saat itu ula Tika menyemprotkan cairan cintanya, aku tidak tinggal diam, 5 semprotan sperma kutembakkan ke dalam rahimnya. Dngan tubuh yang penuh keringat, kulihat Tika terkulai begitu lemah, bahkan untuk sekadar memperbaiki kondisi pakaiannya pun ia sudah tidak sanggup. Aku mengambil tisu untuk membersihkan daerah memeknya yang masih mengeluarkan spermaku. Kulap seluruh keringat Tika. Kukembalikan poisis cup branya dan mengancingkan lagi baju piyamanya. Kupasangkan lagi celananya. Saat memperbaik celananya, ada noktah merah di atas seprei yang kuyakini sebagai darah perawan sahabatku ini. Aku segera menindih tubuh Tika setelah selesai memakai pakaian, memiingkan tubuhnya menghadap diriku. Dia masih terlihat shock dan nafasnya masih terengah – engah.

Kupandangi matanya penuh arti, namun segera Tika berkata,

“Dan, kamu kupanggil disini karena aku rindu sama kamu. Bukan buat ngentotin aku. Kamu tega banget sih perawanin aku” dia menangis di dadaku, kupeluk dia.

“Maaf Tika, aku keburu nafsu saat kamu nyium aku. Apalagi kamu yang nyium aku duluan”, tangan Tika mulai melingkari pinggangku juga ia menyendarkan kepalanya ke dadaku.

“Tapi sudahlah Dan. Nyatanya, perawanku dirobek sama kamu, perjakanya kamu diambil ama aku. Nggak apa kok"

“Dan, ngentot itu enak juga yaa?” dia tersenyum

“Eh? Iya Tik. Enak banget malahan. Terima kasih ya, udah nemenenin aku, padahal aku lagi banyak masalah” aku menarik selimut, bersiap untuk tidur, sekarang sudah jam 4 pagi.

“Hehe. Lain kali lagi ya Dan,”

“Terserah kamu Tik” Aku tersenyum penuh kemenangan.

Kami akhirnya tertidur setelah pertempuran yang nantinya akan menjadi awalku bertualang di dunia seks ini.

(BERSAMBUNG)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Hijab Tak Menutup Syahwat - Part 5"

Post a Comment