Akhwat Yang Ternoda - Part 7

Marah dan Sakit hati mungkin adalah rasa yang saat ini dirasakan oleh Nurul saat sosok ibunda hadir di depan pintu rumahnya, apalagi dengan penampilan baru ibunya tersebut, jelas sekali membuat Nurul semakin jengkel dan terbakar api amarah yang sangat membara. Ini adalah momen yang paling tidak dia inginkan dan diharapkannya terjadi, namun kini malah hadir begitu saja tanpa aba-aba sedikitpun.



"Apa kabar kamu, Nak??" tanya Halimah tersenyum. Seperti dia tidak merasa berbuat kesalahan sedikitpun.

Nurul merasa muak dengan senyuman itu, senyuman malaikat yang disunggingkan oleh seorang iblis. Senyuman seseorang yang menjadi sumber malapetaka bagi Nurul dan ayahnya jauh di masa lampau. Senyuman yang membuat Nurul menjadi ingat akan pedihnya perjuangan dia dan ayahnya melawan opini masyarakat sekitar setelah sang Ibu pergi meninggalkan mereka.

Namun Nurul juga merasa kaget dengan kehadiran mendadak itu "UM--UMIIIIII???" Teriaknya yang lumayan kencang.

"Ngapain Umi disini???!! Eh bukan!! Darimana Umi tau alamat Nurul???" cerca Nurul kepada ibunya tersebut dengan pertanyaan. Nurul cukup heran karena sudah bertahun-tahun lamanya dia tidak melihat sosok ibunya tersebut, tapi sekarang Ibunya tiba-tiba muncul entah darimana.

Jujur Nurul sedikit canggung bertemu dengan sosok yang sudah membesarkannya dengan penuh kasih sayang itu, sosok Ibu yang Nurul kagumi dan dia anggap seperti seorang malaikat ketika dia masih kecil. Paling tidak sebelum tragedi itu terjadi. Tapi kini, Ibunya adalah orang yang masuk dalam daftar top nomor satu orang yang paling Nurul benci di dunia.

"Kamu gak nawarin Umi masuk dulu??" Kata Bu Halimah mengalihkan pembicaraan tersebut.

Nurul menarik nafas, mencoba menenangkan diri sebelum amarahnya meledak-ledak tak terbendung. "Umi belum jawab pertanyaan Nurul!!" tegas Nurul sedikit keras.

"Umi menyewa orang untuk mencari tau tentang kamu" jawab Ibu Halimah jujur. Dia benar-benar telah menyewa jasa detektif bayaran selama beberapa tahun ini untuk melacak keberadaan Nurul. Tapi baru beberapa bulan ini, akhirnya Ibu Halimah berhasil mendapatkan seluruh info tentang Nurul beserta alamat tempat tinggalnya.

"Kenapa?? untuk apa Umi mencari Nurul?? bukankah Umi sendiri yang ninggalin Nurul waktu itu???" Balas Nurul mengingat kembali kejadian pilu di masa lampaunya.

Ibu Halimah bergetar, hatinya merasa terenyuh dan sakit mengingat apa yang telah dia perbuat terhadap suami dan putri semata wayangnya waktu itu. Hanya karena sebuah cinta yang dilandasi oleh nafsu dan bisikian-bisikan iblis, Ibu Halimah pun rela menukar jiwa dan keyakinannya sendiri untuk mendapatkan kedamaian dan kenikmatan duniawi yang sebelumnya tak pernah dia rasakan dan dapatkan dari Kyai Hasan suaminya.

Dan keputusan besar yang Ibu Halimah ambil tersebut, ternyata sangat membuat hidupnya menjadi bahagia dan lebih bebas dari sebelumnya. Cukup bahagia sampai-sampai dia melupakan seorang Putri yang merupakan darah dagingnya sendiri.

"Umi kangen sama anak Umi" terang Bu Halimah yang beberapa bulan lalu sempat bermimpi tentang Nurul.

Tapi hal itu tak membuat Nurul bersimpati sama sekali "Anak??!!Nurul kira Umi sudah lupa" ucap Nurul tersenyum meledek.

"Umi tau kamu pasti akan marah sama Umi! tapi paling tidak, bisakah kamu meluangkan waktu kamu sebentar untuk Umi??" balas Ibu Halimah tidak ingin mendebat putrinya tersebut. Tujuannya sekarang lebih penting daripada harus saling menyalahkan satu sama lain.

"Kayaknya gak bisa deh" Balas Nurul berkeras hati.

Tapi Bu Halimah tidak mau mengalah "Tolong Nak!! dengerin Umi sebentar" ucapnya memohon.

Nurul tidak paham kenapa Ibunya bersikap seperti ini. Terakhir Nurul ingat, ibunya dengan tega pergi dari rumah hanya meninggalkan secarik surat untuk ayahnya yang saat itu jatuh sakit lalu meninggal dunia. Bahkan di pemakaman pun, sang Ibu tidak hadir disana. Yang membuat ada sedikit rasa penasaran di benak Nurul tentang apa yang sebenarnya dilakukan oleh ibunya tersebut selama ini.

Dan nampaknya sekarang adalah waktu yang tepat pula untuk menanyakan hal tersebut.

"Baiklah!! tapi sebentar!!" Ucap Nurul mengalah. Nurul merasa tak ingin menambah keributan lagi, sebelum dia menarik perhatian para tetangga yang sebenarnya sudah sangat penasaran dengan apa yang terjadi dengan keluarga Nurul.

Akhirnya Nurulpun mengijinkan ibunya masuk ke dalam rumah. Paling tidak dia ingin mendengarkan apa yang ingin disampaikan oleh ibunya tersebut.

"Itu suami kamu??" Tanya Bu Halimah ketika melihat foto yang terpajang di dinding rumah.

"Iya!"

"Kalian sudah punya anak??" tanya Bu Halimah lagi.

"Belum" jawab Nurul singkat, lalu dia melanjutkan "Umi duduk saja dulu, biar Nurul ambil minum sebentar" ucap sambil berjalan ke arah dapur.

Bukan Nurul ingin beramah tamah dengan ibunya, tapi Nurul seperti merasakan lututnya lemas dan tenaganya menghilang dengan kehadiran ibunya itu, apalagi sekarang Nurul mempersilahkan orang yang sedimikian dia benci duduk di ruang tamu rumahnya. Perasaan gugup, cemas, marah, dan sedikit rasa rindu, bercampur aduk di dalam hatinya. Untuk itu dia mencoba menenangkan diri dengan berdalih membuat kan minum dan pergi ke dapur.

Nurul menghela nafasnya. Tak terasa, memori perih masa lampau itu berputar dikepalanya.


---------------Flashback-----------------


Cerita dimulai saat sebuah bencana gempa besar menimpa daerah barat pulau sumatera. Gempa berkekuatan 7,6 SR tersebut berhasil meluluh-lantahkan seluruh negeri baik dari aspek kehidupan maupun mental penghuninya di sore hari pada bulan september 2009 lalu. Kala itu, Nurul masih berumur 16 tahun dan duduk dibangku sekolah kelas 1 SMA.

Saking dahsyatnya gempa tersebut, Rumah sekaligus pondok pesantren tempat Nurul besar dan tinggal ikut hancur dan rata dengan tanah. Yang tersisa dari bangunan besar itu hanyalah sebuah atap yang sudah berada di tanah saja. Membuat kehidupan Nurul yang tadinya normal, sekarang harus berubah menyesuaikan dengan keadaan.

Total lebih dari 300 santri dan santriwati yang menimba ilmu di pesantren Al-Huda binaan Kyai Hasan terpaksa harus di pulangkan ke rumah mereka masing-masing, mengingat tidak ada lagi bangunan yang bisa dipakai untuk dijadikan tempat tinggal maupun tempat belajar. Hal yang membuat Nurul kecewa dan ikut bersedih karena dia harus rela berpisah dengan pujaan hatinya yang diam-diam sudah ia taksir beberapa bulan sebelumnya.

Keluarga Nurul merupakan keluarga yang terpandang, Ayahnya yang biasa dipanggil Kyai Hasan adalah pimpinan pondok pesantren Al-Huda dan ibunya Halimah adalah seorang Ustadzah yang turut mengajar di pesantren tersebut. Mereka berdua membesarkan Nurul dengan penuh kasih sayang dan didikan agamanya yang begitu kuat. Menempa Nurul menjadi perempuan akhwat yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan norma-norma sosial.

Tapi tak bisa dipungkiri, sebagai anak remaja yang sedang dalam masa pubertas, Nurul juga mempunyai hasrat dan syahwat yang menggebu-gebu layaknya kebanyakan muda-mudi pada umumnya. Selalu ingin tahu dengan sesuatu yang baru dan bahkan dengan hal yang berbau porno sekalipun. membuat Nurul punya kebiasaan tak senonoh yang tidak diketahui orang satupun, tak terkecuali orang tuanya sendiri. Bahkan karena sering merasa dikekang dan dilarang, Nurul pun menjadikan kebiasaannya buruknya tersebut sebagai pelarian.

Dan kebiasannya tersebut adalah mengintip para ikhwan dan santri pondok saat mereka sedang mandi.

Kebiasaan itu bermula ketika Nurul mendapat hukuman dari ibunya sendiri karena tidak ikut kajian ba'da subuh dan memilih tidur di kamarnya. lalu Ibu Halimah menghukum Nurul dengan menyuruhnya untuk membersihkan kamar mandi dan toilet yang berada cukup jauh diujung bangunan pondok. Tempat yang lumayan terkenal akan keangkerannya karena pondok pesantren tersebut terletak didaerah pedesaan.

Yang tidak Nurul ketahui, kamar mandi dan toilet tersebut menjadi tempat berkumpulnya para ikhwan-ikhwan yang badung dan suka merokok diam-diam. Tempat yang menjadi semacam basecamp untuk berkumpul sebelum para santri tersebut pergi mandi di sungai.

Memang aturan di pondok pesantren Al-Huda ini menyuruh para ikhwan untuk mandi di sungai dan terpisah dengan para akhwat yang mandi di kamar mandi khusus karena belum cukup banyak bangungan yang bisa menampung ratusan santri untuk membersihkan diri. terlebih karena letak dan posisinya yang dekat dengan sungai, maka pihak pondok pesantren Al-Huda pun menyarankan agar peraturan tersebut pun dibuat sebelum bangunan baru di bangun.

Dan dari situlah awalnya Nurul tak sengaja melihat para ikhwan berkumpul dan merokok. Dia yang sedang asik dengan kesendiriannya membersihkan toilet tersebut, langsung lari terbirit-birit ke arah sungai yang sebelumnya belum pernah dia datangi. Dan di sungai tersebut, ternyata dia malah melihat banyak sekali para ikhwan yang sedang mandi.

Kebanyakan dari mereka memang masih menggunakan celana pendek atau celana dalam ketika mereka mandi, namun ketika para ikhwan tersebut telah selesai dan berganti pakaian di balik batu, saat itulah Nurul melihat berbagai macam jenis dan bentuk alat kelamin milik laki-laki di dunia ini.

Dan yang paling menarik perhatian Nurul saat itu adalah seorang Ikhwan yang dikenalnya bernama Nurin, Santri yang berasal dari daerah Makassar serta seorang ikhwan yang memiliki ukuran Penis yang paling besar diantara para ikhwan lainnya. Hal yang entah kenapa membuat Nurul jadi selalu merasa panas dan gugup ketika dia melihat benda yang mirip pentungan Pak Satpam tersebut.

Berawal dari sanalah, akhirnya hampir setiap hari Nurul menyempatkan dirinya untuk mengintip para ikhwan-ikhwan tersebut mandi, bahkan dia tidak lupa mengingat nama-nama ikhwan yang memiliki ukuran Penis diatas rata-rata dan berkhayal Penis tersebut dapat disentuhnya.

Namun celaka, bencana pun datang dan membuat para santri dan ikhwan tersebut harus di pulangkan ke rumah mereka masing-masing.

-----------Flashback Selesai------------

"Maaf lama!" Ucap Nurul membawa minuman yang telah dibuatnya keruang tamu.

Ibu Halimah tersenyum "Tidak apa-apa sayang" jawabnya senang melihat putrinya itu tidak lagi marah.

"Jadi, Umi mau bicara apa??" tanya Nurul langsung berterus terang sambil duduk di sofa berhadap-hadapan dengan ibunya tersebut.

Ibu Halimah lalu bertanya "Kamu kabarnya gimana??"

"Jadi Umi cuma mau nanya kabar Nurul doang?? lebih baik gausah kalau begitu" ketus Nurul yang mau beranjak dari duduknya.

"Tunggu!! kamu jangan marah dulu Nak" Ucap Ibu Halimah. "Umi hanya khawatir!!" sambungnya lagi.

Nurul tertawa sekan tidak percaya "Khawatir?? udah terlambat Mi!!!" ketusnya begitu kesal.

"Umi mendapat kabar, katanya kamu mandul dan gak bisa punya anak, Apa itu benar??" tanya Ibu Halimah berhati-hati.

Nurul meringis kesal, dia bahkan menggigit kuku jarinya karena merasa sangat marah dengan apa yang ditanyakan ibunya tersebut. Ternyata rumor tentang dirinya mandul itu sudah sampai bahkan di telinga orang yang dari dulu sudah menghilang entah kemana. Memang the power of gosip tidak pernah diragukan sama sekali.

"Iya benar! rumor yang Umi dengar entah dari siapa itu emang benar" jawab Nurul merasa sangat sakit hati. Padahal kenyataannya dia tidaklah mandul karena Nurul sudah pernah di cek ke dokter. Tapi entah kenapa dia ingin mengatakan seperti itu kepada ibunya.

"Kalau begitu, biarkan Umi membantu" Balas Ibu Halimah berterus terang.

Membuat Nurul semakin tertawa tidak percaya apa yang dia dengar barusan "Bantu??? Hahahaha. Umi mau ngelawak apa bagaimana??" tanya Nurul yang sudah habis kesabarannya.

"Umi punya kenalan dokter" balas Ibu Halimah sedikit bersikeras.

Nurul berdiri dari duduknya "Kenapa Umi gak bantu doain Abi saja??? Ohh Nurul lupa!!! sekarang Umi kan berdoanya sama yang lain!!!" tatap Nurul melotot kearah ibunya tersebut.

"Nak! Umi mohon!"

"Lagian ngapain sih Umi mau bantuin Nurul segala??!! kenapa Umi gak ngilang aja terus???!!" teriak Nurul makin keras.

"Karena Umi sayang sama kamu" jawab Ibu Halimah.

Lagi-lagi Nurul tertawa "Sayang???!! kalau benar Umi sayang sama Nurul, Umi gak bakalan ninggalin Nurul sama Abi!!!!" balasnya menggebu-gebu.

"Kamu tidak mengerti sayang"

"KALAU BEGITU BUAT NURUL MENGERTII!!!!!!!!!!!" teriak Nurul begitu kencang. sangat kencang hingga mungkin terdengar keluar rumah.

Ibu Halimah menarik nafasnya, merasa kalau hari ini sudah cukup untuk bertemu dengan Nurul sebelum putrinya tersebut benar-benar marah dan hilang kendali lalu tidak mau lagi bertemu dengannya. Lebih baik sekarang dia mundur terlebih dahulu agar membuat putrinya tersebut bisa pelan-pelan mencerna keadaan dengan jernih.

"Suatu saat kamu akan mengerti! Umi pamit!" ucap Bu Halimah yang ikut beranjak dari duduknya.

"Ya! lebih baik Umi pergi seperti yang sudah Umi lakukan dulu" balas Nurul dengan mata yang berkaca-kaca tak dapat membendung tangisnya yang sedari tadi berusaha dia tahan.

Ibu Halimah hanya diam saja mendengar perkataan anaknya dan berjalan keluar meninggalkan Nurul yang mulai menangis.

"Maafkan Nurul Bi!! Nurul masih belum bisa memafkan Umi!!" Ucap Nurul dalam hatinya menatap foto sang ayah yang tersenyum dan terpajang di dinding rumahnya itu.

Nurul terduduk lemas, badannya gemetar dan amarahnya belum redam. Rasanya begitu pahit dan sakit tidak seperti apa yang dia bayangkan. Berkali-kali dia terus mengucap dalam hati agar dia bisa tenang dan melupakan apa yang baru saja terjadi.

Dalam lamunannya tersebut, Nurul pun kembali dibawa kedalam reka ulang masa lalu pahitnya itu.

-------------Flashback------------------

Bantuan demi bantuan pun diterima oleh pihak pesantren Al-Huda semenjak gempa besar yang meluluh lantahkan negeri minangkabau tersebut. Setiap harinya, berbagai macam kebutuhan seperti terpal dan tenda serta makanan tak henti-hentinya mengalir dan datang dari berbagai pihak, baik dari badan pemerintah maupun lembaga-lembaga sosial lainnya.

Hal tersebut tidak terlepas dari nama pesantren Al-Huda sendiri yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat luas, bahkan sampai keluar daerah sekalipun. Maka tak jarang ada banyak santri yang berasal dari luar sumatera barat pergi mondok kesini untuk menuntut ilmu.

Namun bukan hanya santri saja, Para pengajar yang menjadi tiang utama pondok pesantren ini juga ada yang berasal dari luar daerah, total ada 7 keluarga yang memilih tinggal di pesantren ini dan mengabdikan hidupnya sebagai pengajar, termasuk keluarga Nurul sendiri. Jadi memang tak heran jika pesantren ini mendapat bantuan yang cukup banyak dari berbagai pihak.

Selain bantuan pangan dan tempat tinggal, Pondok pesantren Al-Huda pun juga menerima relawan-relawan dari berbagai kalangan, bahkan sampai ada yang dari luar negeri juga. Namun diantara para relawan tersebut, ada pemuda asal Bali bernama Mario yang mememilki agenda yang berbeda dari para relawan lainnya.

Mario awalnya datang di hari ketiga setelah gempa terjadi bersama teman-temannya yang berasal dari lembaga Peduli Bencana bernama "Savior". Awalnya memang tidak ada sama sekali yang mencurigai mereka karena mereka terlihat seperti relawan pada umumnya.

Namun setelah beberapa hari tinggal dan berbaur dengan warga sekitar, kecurigaanpun muncul dari sosok Nurul yang melihat tingkah Ibunya mulai perlahan-lahan berubah semenjak berkenalan dengan Mario. Ibu Halimah yang biasanya sangat tertutup kepada orang lain tersebut, malah semakin hari semakin terlihat akrab dengan Mario. Bahkan tidak jarang Nurul memergoki ibunya itu tersenyum begitu lepas jika sedang bersama pemuda itu.

Awalnya Nurul mengira kalau itu hanyalah sekedar ramah-tamah tuan rumah terhadap tamunya saja, karena bagaimanapun Mario sudah banyak membantu pihak pesantren dalam mengurus beberapa pekerjaan seperti membersihkan puing-puing bangunan, mendirikan pondok darurat, bahkan tak jarang juga ikut membantu memasak. Jadi tidak heran jika Ibu Halimah yang merupakan istri dari pimpinan pondok pesantren tersebut sedikit memberinya keramahan.

Namun semakin hari keramahan tersebut semakin mengganjal pikiran Nurul, setelah lama dia mengamati gerak-gerik ibunya bersama Mario, Nurul pun sadar kalau itu bukanlah sebuah keramahan yang wajar. Tidak ketika Nurul melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Mario meremas pantat ibunya tersebut disiang bolong saat orang lain sedang ramai-ramainya, Dan Ibu Halimah pun hanya tersenyum membiarkan pemuda itu melakukan kontak fisik dibagian tubuh bawahnya.

Hal yang sepatutnya tidak boleh dilakukan oleh seorang perempuan akhwat maupun seorang istri dengan pria lain.

Dan semakin hari, kejadian demi kejadian tak wajar pun terjadi. Beberapa kali, Nurul melihat kalau ibunya tersebut pergi meminta izin pada ayahnya untuk pergi keluar dan diantar oleh Mario. Lalu ketika mereka sudah balik, Nurul pun memperhatikan ibunya tersebut selalu pulang dalam keadaan lelah. Bahkan waktu mereka pergi pun bisa terbilang cukup lama, bisa sampai 2 atau 3 jam lebih.

Akan tetapi, Tak ada satu orang pun yang terlihat menyadari hal ini selain Nurul seorang, Bahkan Kyai Hasan pun tampak tidak curiga sama sekali kepada istrinya tersebut yang terus-terusan pergi keluar dengan seorang pria yang belum berapa lama dikenalnya. Keadaan pesantren yang dipenuhi banyak orang, nampaknya membuat Kyai Hasan sedikit tidak memperhatikan sekitarnya.

Semakin hari berlalu, semakin banyak pula hal yang tidak wajar terjadi antara Ibunya dan Mario, pernah ketika acara makan malam bersama yang digelar besar-besaran oleh pihak pesantren, Nurul pun tak sengaja melihat ibunya tengah duduk dibarisan paling belakang tenda diapait oleh dua orang pria yang salah satunya adalah Mario.

Saat itu ibunya terlihat fokus ke arah depan menonton sajian acara yang diisi dengan lagu-lagu qasidah dan lagu-lagu islami lainnya. Namun yang membuat Nurul sedikit curiga adalah wajah ibunya yang terlihat memerah padam seperti menahan sesuatu, sesekali pula Nurul melihat kalau ibunya tersebut menengadah ke atas dan memejamkan matanya seperti orang yang sedang keenakan akan sesuatu.

Dan ketika Nurul ingin mendekati Ibunya tersebut, Ibunya justru beranjak dari tempat duduk dan diikuti oleh Mario serta laki-laki satunya. Nurul sempat bersembunyi sebentar karena dia berpikir Ibunya akan melihat dia berdiri. Namun ternyata tidak sama sekali.

Nurulpun kemudian memutuskan diam-diam beranjak dari duduknya dan mengikuti arah ibunya berjalan bersama kedua pria tersebut. yang ternyata mereka berjalan ke belakang tenda yang tidak jauh dari tempat acara utama. Disana, terdapat sebuah mobil kijang kapsul berwarna biru yang tidak Nurul ketahui siapa pemiliknya. Nurul sempat melihat ibunya seperti celingak-celinguk melihat keadaan sekitar, kemudian dia masuk ke dalam mobil kijang biru tersebut dan disusul oleh Mario dan pria satunya lagi.

"Astagfirullah" Ucap Nurul mengucap tidak menyangka apa yang sedang dilihatnya. Ibunya baru saja masuk ke dalam mobil bersama dua orang laki-laki di tempat gelap seperti ini. Sebuah prasangka yang mau tidak mau mengarah ke arah yang negatif.

Dan prasangka itupun semakin lama semakin menjadi ketika tidak berapa lama setelahnya, mobil kijang itupun bergoyang-goyang dengan sangat hebat.



#Bersambung................

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Akhwat Yang Ternoda - Part 7"

Post a Comment