Marah dan Sakit hati
mungkin adalah rasa yang saat ini dirasakan oleh Nurul saat sosok ibunda hadir
di depan pintu rumahnya, apalagi dengan penampilan baru ibunya tersebut, jelas
sekali membuat Nurul semakin jengkel dan terbakar api amarah yang sangat
membara. Ini adalah momen yang paling tidak dia inginkan dan diharapkannya
terjadi, namun kini malah hadir begitu saja tanpa aba-aba sedikitpun.
"Apa kabar kamu,
Nak??" tanya Halimah tersenyum. Seperti dia tidak merasa berbuat kesalahan
sedikitpun.
Nurul merasa muak dengan
senyuman itu, senyuman malaikat yang disunggingkan oleh seorang iblis. Senyuman
seseorang yang menjadi sumber malapetaka bagi Nurul dan ayahnya jauh di masa
lampau. Senyuman yang membuat Nurul menjadi ingat akan pedihnya perjuangan dia
dan ayahnya melawan opini masyarakat sekitar setelah sang Ibu pergi
meninggalkan mereka.
Namun Nurul juga merasa
kaget dengan kehadiran mendadak itu "UM--UMIIIIII???" Teriaknya yang
lumayan kencang.
"Ngapain Umi
disini???!! Eh bukan!! Darimana Umi tau alamat Nurul???" cerca Nurul
kepada ibunya tersebut dengan pertanyaan. Nurul cukup heran karena sudah
bertahun-tahun lamanya dia tidak melihat sosok ibunya tersebut, tapi sekarang
Ibunya tiba-tiba muncul entah darimana.
Jujur Nurul sedikit
canggung bertemu dengan sosok yang sudah membesarkannya dengan penuh kasih
sayang itu, sosok Ibu yang Nurul kagumi dan dia anggap seperti seorang malaikat
ketika dia masih kecil. Paling tidak sebelum tragedi itu terjadi. Tapi kini,
Ibunya adalah orang yang masuk dalam daftar top nomor satu orang yang paling
Nurul benci di dunia.
"Kamu gak nawarin
Umi masuk dulu??" Kata Bu Halimah mengalihkan pembicaraan tersebut.
Nurul menarik nafas,
mencoba menenangkan diri sebelum amarahnya meledak-ledak tak terbendung.
"Umi belum jawab pertanyaan Nurul!!" tegas Nurul sedikit keras.
"Umi menyewa orang
untuk mencari tau tentang kamu" jawab Ibu Halimah jujur. Dia benar-benar
telah menyewa jasa detektif bayaran selama beberapa tahun ini untuk melacak
keberadaan Nurul. Tapi baru beberapa bulan ini, akhirnya Ibu Halimah berhasil
mendapatkan seluruh info tentang Nurul beserta alamat tempat tinggalnya.
"Kenapa?? untuk apa
Umi mencari Nurul?? bukankah Umi sendiri yang ninggalin Nurul waktu
itu???" Balas Nurul mengingat kembali kejadian pilu di masa lampaunya.
Ibu Halimah bergetar,
hatinya merasa terenyuh dan sakit mengingat apa yang telah dia perbuat terhadap
suami dan putri semata wayangnya waktu itu. Hanya karena sebuah cinta yang
dilandasi oleh nafsu dan bisikian-bisikan iblis, Ibu Halimah pun rela menukar
jiwa dan keyakinannya sendiri untuk mendapatkan kedamaian dan kenikmatan
duniawi yang sebelumnya tak pernah dia rasakan dan dapatkan dari Kyai Hasan
suaminya.
Dan keputusan besar yang
Ibu Halimah ambil tersebut, ternyata sangat membuat hidupnya menjadi bahagia
dan lebih bebas dari sebelumnya. Cukup bahagia sampai-sampai dia melupakan
seorang Putri yang merupakan darah dagingnya sendiri.
"Umi kangen sama
anak Umi" terang Bu Halimah yang beberapa bulan lalu sempat bermimpi
tentang Nurul.
Tapi hal itu tak membuat
Nurul bersimpati sama sekali "Anak??!!Nurul kira Umi sudah lupa" ucap
Nurul tersenyum meledek.
"Umi tau kamu pasti
akan marah sama Umi! tapi paling tidak, bisakah kamu meluangkan waktu kamu
sebentar untuk Umi??" balas Ibu Halimah tidak ingin mendebat putrinya
tersebut. Tujuannya sekarang lebih penting daripada harus saling menyalahkan
satu sama lain.
"Kayaknya gak bisa
deh" Balas Nurul berkeras hati.
Tapi Bu Halimah tidak mau
mengalah "Tolong Nak!! dengerin Umi sebentar" ucapnya memohon.
Nurul tidak paham kenapa
Ibunya bersikap seperti ini. Terakhir Nurul ingat, ibunya dengan tega pergi
dari rumah hanya meninggalkan secarik surat untuk ayahnya yang saat itu jatuh
sakit lalu meninggal dunia. Bahkan di pemakaman pun, sang Ibu tidak hadir disana.
Yang membuat ada sedikit rasa penasaran di benak Nurul tentang apa yang
sebenarnya dilakukan oleh ibunya tersebut selama ini.
Dan nampaknya sekarang
adalah waktu yang tepat pula untuk menanyakan hal tersebut.
"Baiklah!! tapi
sebentar!!" Ucap Nurul mengalah. Nurul merasa tak ingin menambah keributan
lagi, sebelum dia menarik perhatian para tetangga yang sebenarnya sudah sangat
penasaran dengan apa yang terjadi dengan keluarga Nurul.
Akhirnya Nurulpun
mengijinkan ibunya masuk ke dalam rumah. Paling tidak dia ingin mendengarkan
apa yang ingin disampaikan oleh ibunya tersebut.
"Itu suami
kamu??" Tanya Bu Halimah ketika melihat foto yang terpajang di dinding
rumah.
"Iya!"
"Kalian sudah punya
anak??" tanya Bu Halimah lagi.
"Belum" jawab
Nurul singkat, lalu dia melanjutkan "Umi duduk saja dulu, biar Nurul ambil
minum sebentar" ucap sambil berjalan ke arah dapur.
Bukan Nurul ingin beramah
tamah dengan ibunya, tapi Nurul seperti merasakan lututnya lemas dan tenaganya
menghilang dengan kehadiran ibunya itu, apalagi sekarang Nurul mempersilahkan
orang yang sedimikian dia benci duduk di ruang tamu rumahnya. Perasaan gugup,
cemas, marah, dan sedikit rasa rindu, bercampur aduk di dalam hatinya. Untuk
itu dia mencoba menenangkan diri dengan berdalih membuat kan minum dan pergi ke
dapur.
Nurul menghela nafasnya.
Tak terasa, memori perih masa lampau itu berputar dikepalanya.
---------------Flashback-----------------
Cerita dimulai saat
sebuah bencana gempa besar menimpa daerah barat pulau sumatera. Gempa berkekuatan
7,6 SR tersebut berhasil meluluh-lantahkan seluruh negeri baik dari aspek
kehidupan maupun mental penghuninya di sore hari pada bulan september 2009
lalu. Kala itu, Nurul masih berumur 16 tahun dan duduk dibangku sekolah kelas 1
SMA.
Saking dahsyatnya gempa
tersebut, Rumah sekaligus pondok pesantren tempat Nurul besar dan tinggal ikut
hancur dan rata dengan tanah. Yang tersisa dari bangunan besar itu hanyalah
sebuah atap yang sudah berada di tanah saja. Membuat kehidupan Nurul yang tadinya
normal, sekarang harus berubah menyesuaikan dengan keadaan.
Total lebih dari 300
santri dan santriwati yang menimba ilmu di pesantren Al-Huda binaan Kyai Hasan
terpaksa harus di pulangkan ke rumah mereka masing-masing, mengingat tidak ada
lagi bangunan yang bisa dipakai untuk dijadikan tempat tinggal maupun tempat
belajar. Hal yang membuat Nurul kecewa dan ikut bersedih karena dia harus rela
berpisah dengan pujaan hatinya yang diam-diam sudah ia taksir beberapa bulan
sebelumnya.
Keluarga Nurul merupakan
keluarga yang terpandang, Ayahnya yang biasa dipanggil Kyai Hasan adalah
pimpinan pondok pesantren Al-Huda dan ibunya Halimah adalah seorang Ustadzah
yang turut mengajar di pesantren tersebut. Mereka berdua membesarkan Nurul
dengan penuh kasih sayang dan didikan agamanya yang begitu kuat. Menempa Nurul
menjadi perempuan akhwat yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
norma-norma sosial.
Tapi tak bisa dipungkiri,
sebagai anak remaja yang sedang dalam masa pubertas, Nurul juga mempunyai
hasrat dan syahwat yang menggebu-gebu layaknya kebanyakan muda-mudi pada
umumnya. Selalu ingin tahu dengan sesuatu yang baru dan bahkan dengan hal yang
berbau porno sekalipun. membuat Nurul punya kebiasaan tak senonoh yang tidak
diketahui orang satupun, tak terkecuali orang tuanya sendiri. Bahkan karena
sering merasa dikekang dan dilarang, Nurul pun menjadikan kebiasaannya buruknya
tersebut sebagai pelarian.
Dan kebiasannya tersebut
adalah mengintip para ikhwan dan santri pondok saat mereka sedang mandi.
Kebiasaan itu bermula
ketika Nurul mendapat hukuman dari ibunya sendiri karena tidak ikut kajian
ba'da subuh dan memilih tidur di kamarnya. lalu Ibu Halimah menghukum Nurul
dengan menyuruhnya untuk membersihkan kamar mandi dan toilet yang berada cukup
jauh diujung bangunan pondok. Tempat yang lumayan terkenal akan keangkerannya
karena pondok pesantren tersebut terletak didaerah pedesaan.
Yang tidak Nurul ketahui,
kamar mandi dan toilet tersebut menjadi tempat berkumpulnya para ikhwan-ikhwan
yang badung dan suka merokok diam-diam. Tempat yang menjadi semacam basecamp
untuk berkumpul sebelum para santri tersebut pergi mandi di sungai.
Memang aturan di pondok
pesantren Al-Huda ini menyuruh para ikhwan untuk mandi di sungai dan terpisah
dengan para akhwat yang mandi di kamar mandi khusus karena belum cukup banyak
bangungan yang bisa menampung ratusan santri untuk membersihkan diri. terlebih
karena letak dan posisinya yang dekat dengan sungai, maka pihak pondok
pesantren Al-Huda pun menyarankan agar peraturan tersebut pun dibuat sebelum
bangunan baru di bangun.
Dan dari situlah awalnya
Nurul tak sengaja melihat para ikhwan berkumpul dan merokok. Dia yang sedang
asik dengan kesendiriannya membersihkan toilet tersebut, langsung lari
terbirit-birit ke arah sungai yang sebelumnya belum pernah dia datangi. Dan di
sungai tersebut, ternyata dia malah melihat banyak sekali para ikhwan yang
sedang mandi.
Kebanyakan dari mereka
memang masih menggunakan celana pendek atau celana dalam ketika mereka mandi,
namun ketika para ikhwan tersebut telah selesai dan berganti pakaian di balik
batu, saat itulah Nurul melihat berbagai macam jenis dan bentuk alat kelamin
milik laki-laki di dunia ini.
Dan yang paling menarik
perhatian Nurul saat itu adalah seorang Ikhwan yang dikenalnya bernama Nurin,
Santri yang berasal dari daerah Makassar serta seorang ikhwan yang memiliki
ukuran Penis yang paling besar diantara para ikhwan lainnya. Hal yang entah
kenapa membuat Nurul jadi selalu merasa panas dan gugup ketika dia melihat
benda yang mirip pentungan Pak Satpam tersebut.
Berawal dari sanalah,
akhirnya hampir setiap hari Nurul menyempatkan dirinya untuk mengintip para
ikhwan-ikhwan tersebut mandi, bahkan dia tidak lupa mengingat nama-nama ikhwan
yang memiliki ukuran Penis diatas rata-rata dan berkhayal Penis tersebut dapat
disentuhnya.
Namun celaka, bencana pun
datang dan membuat para santri dan ikhwan tersebut harus di pulangkan ke rumah
mereka masing-masing.
-----------Flashback
Selesai------------
"Maaf lama!"
Ucap Nurul membawa minuman yang telah dibuatnya keruang tamu.
Ibu Halimah tersenyum
"Tidak apa-apa sayang" jawabnya senang melihat putrinya itu tidak
lagi marah.
"Jadi, Umi mau
bicara apa??" tanya Nurul langsung berterus terang sambil duduk di sofa
berhadap-hadapan dengan ibunya tersebut.
Ibu Halimah lalu bertanya
"Kamu kabarnya gimana??"
"Jadi Umi cuma mau
nanya kabar Nurul doang?? lebih baik gausah kalau begitu" ketus Nurul yang
mau beranjak dari duduknya.
"Tunggu!! kamu
jangan marah dulu Nak" Ucap Ibu Halimah. "Umi hanya khawatir!!"
sambungnya lagi.
Nurul tertawa sekan tidak
percaya "Khawatir?? udah terlambat Mi!!!" ketusnya begitu kesal.
"Umi mendapat kabar,
katanya kamu mandul dan gak bisa punya anak, Apa itu benar??" tanya Ibu
Halimah berhati-hati.
Nurul meringis kesal, dia
bahkan menggigit kuku jarinya karena merasa sangat marah dengan apa yang
ditanyakan ibunya tersebut. Ternyata rumor tentang dirinya mandul itu sudah
sampai bahkan di telinga orang yang dari dulu sudah menghilang entah kemana.
Memang the power of gosip tidak pernah diragukan sama sekali.
"Iya benar! rumor
yang Umi dengar entah dari siapa itu emang benar" jawab Nurul merasa
sangat sakit hati. Padahal kenyataannya dia tidaklah mandul karena Nurul sudah
pernah di cek ke dokter. Tapi entah kenapa dia ingin mengatakan seperti itu
kepada ibunya.
"Kalau begitu,
biarkan Umi membantu" Balas Ibu Halimah berterus terang.
Membuat Nurul semakin tertawa
tidak percaya apa yang dia dengar barusan "Bantu??? Hahahaha. Umi mau
ngelawak apa bagaimana??" tanya Nurul yang sudah habis kesabarannya.
"Umi punya kenalan
dokter" balas Ibu Halimah sedikit bersikeras.
Nurul berdiri dari
duduknya "Kenapa Umi gak bantu doain Abi saja??? Ohh Nurul lupa!!!
sekarang Umi kan berdoanya sama yang lain!!!" tatap Nurul melotot kearah
ibunya tersebut.
"Nak! Umi
mohon!"
"Lagian ngapain sih
Umi mau bantuin Nurul segala??!! kenapa Umi gak ngilang aja terus???!!"
teriak Nurul makin keras.
"Karena Umi sayang
sama kamu" jawab Ibu Halimah.
Lagi-lagi Nurul tertawa
"Sayang???!! kalau benar Umi sayang sama Nurul, Umi gak bakalan ninggalin
Nurul sama Abi!!!!" balasnya menggebu-gebu.
"Kamu tidak mengerti
sayang"
"KALAU BEGITU BUAT
NURUL MENGERTII!!!!!!!!!!!" teriak Nurul begitu kencang. sangat kencang
hingga mungkin terdengar keluar rumah.
Ibu Halimah menarik
nafasnya, merasa kalau hari ini sudah cukup untuk bertemu dengan Nurul sebelum
putrinya tersebut benar-benar marah dan hilang kendali lalu tidak mau lagi
bertemu dengannya. Lebih baik sekarang dia mundur terlebih dahulu agar membuat
putrinya tersebut bisa pelan-pelan mencerna keadaan dengan jernih.
"Suatu saat kamu
akan mengerti! Umi pamit!" ucap Bu Halimah yang ikut beranjak dari
duduknya.
"Ya! lebih baik Umi
pergi seperti yang sudah Umi lakukan dulu" balas Nurul dengan mata yang
berkaca-kaca tak dapat membendung tangisnya yang sedari tadi berusaha dia
tahan.
Ibu Halimah hanya diam
saja mendengar perkataan anaknya dan berjalan keluar meninggalkan Nurul yang
mulai menangis.
"Maafkan Nurul Bi!!
Nurul masih belum bisa memafkan Umi!!" Ucap Nurul dalam hatinya menatap
foto sang ayah yang tersenyum dan terpajang di dinding rumahnya itu.
Nurul terduduk lemas,
badannya gemetar dan amarahnya belum redam. Rasanya begitu pahit dan sakit
tidak seperti apa yang dia bayangkan. Berkali-kali dia terus mengucap dalam
hati agar dia bisa tenang dan melupakan apa yang baru saja terjadi.
Dalam lamunannya
tersebut, Nurul pun kembali dibawa kedalam reka ulang masa lalu pahitnya itu.
-------------Flashback------------------
Bantuan demi bantuan pun
diterima oleh pihak pesantren Al-Huda semenjak gempa besar yang meluluh
lantahkan negeri minangkabau tersebut. Setiap harinya, berbagai macam kebutuhan
seperti terpal dan tenda serta makanan tak henti-hentinya mengalir dan datang
dari berbagai pihak, baik dari badan pemerintah maupun lembaga-lembaga sosial
lainnya.
Hal tersebut tidak
terlepas dari nama pesantren Al-Huda sendiri yang sudah sangat dikenal oleh
masyarakat luas, bahkan sampai keluar daerah sekalipun. Maka tak jarang ada
banyak santri yang berasal dari luar sumatera barat pergi mondok kesini untuk
menuntut ilmu.
Namun bukan hanya santri
saja, Para pengajar yang menjadi tiang utama pondok pesantren ini juga ada yang
berasal dari luar daerah, total ada 7 keluarga yang memilih tinggal di
pesantren ini dan mengabdikan hidupnya sebagai pengajar, termasuk keluarga Nurul
sendiri. Jadi memang tak heran jika pesantren ini mendapat bantuan yang cukup
banyak dari berbagai pihak.
Selain bantuan pangan dan
tempat tinggal, Pondok pesantren Al-Huda pun juga menerima relawan-relawan dari
berbagai kalangan, bahkan sampai ada yang dari luar negeri juga. Namun diantara
para relawan tersebut, ada pemuda asal Bali bernama Mario yang mememilki agenda
yang berbeda dari para relawan lainnya.
Mario awalnya datang di
hari ketiga setelah gempa terjadi bersama teman-temannya yang berasal dari
lembaga Peduli Bencana bernama "Savior". Awalnya memang tidak ada
sama sekali yang mencurigai mereka karena mereka terlihat seperti relawan pada
umumnya.
Namun setelah beberapa
hari tinggal dan berbaur dengan warga sekitar, kecurigaanpun muncul dari sosok
Nurul yang melihat tingkah Ibunya mulai perlahan-lahan berubah semenjak
berkenalan dengan Mario. Ibu Halimah yang biasanya sangat tertutup kepada orang
lain tersebut, malah semakin hari semakin terlihat akrab dengan Mario. Bahkan
tidak jarang Nurul memergoki ibunya itu tersenyum begitu lepas jika sedang
bersama pemuda itu.
Awalnya Nurul mengira
kalau itu hanyalah sekedar ramah-tamah tuan rumah terhadap tamunya saja, karena
bagaimanapun Mario sudah banyak membantu pihak pesantren dalam mengurus
beberapa pekerjaan seperti membersihkan puing-puing bangunan, mendirikan pondok
darurat, bahkan tak jarang juga ikut membantu memasak. Jadi tidak heran jika
Ibu Halimah yang merupakan istri dari pimpinan pondok pesantren tersebut
sedikit memberinya keramahan.
Namun semakin hari
keramahan tersebut semakin mengganjal pikiran Nurul, setelah lama dia mengamati
gerak-gerik ibunya bersama Mario, Nurul pun sadar kalau itu bukanlah sebuah
keramahan yang wajar. Tidak ketika Nurul melihat dengan mata kepalanya sendiri
saat Mario meremas pantat ibunya tersebut disiang bolong saat orang lain sedang
ramai-ramainya, Dan Ibu Halimah pun hanya tersenyum membiarkan pemuda itu
melakukan kontak fisik dibagian tubuh bawahnya.
Hal yang sepatutnya tidak
boleh dilakukan oleh seorang perempuan akhwat maupun seorang istri dengan pria
lain.
Dan semakin hari,
kejadian demi kejadian tak wajar pun terjadi. Beberapa kali, Nurul melihat
kalau ibunya tersebut pergi meminta izin pada ayahnya untuk pergi keluar dan
diantar oleh Mario. Lalu ketika mereka sudah balik, Nurul pun memperhatikan
ibunya tersebut selalu pulang dalam keadaan lelah. Bahkan waktu mereka pergi
pun bisa terbilang cukup lama, bisa sampai 2 atau 3 jam lebih.
Akan tetapi, Tak ada satu
orang pun yang terlihat menyadari hal ini selain Nurul seorang, Bahkan Kyai
Hasan pun tampak tidak curiga sama sekali kepada istrinya tersebut yang
terus-terusan pergi keluar dengan seorang pria yang belum berapa lama
dikenalnya. Keadaan pesantren yang dipenuhi banyak orang, nampaknya membuat
Kyai Hasan sedikit tidak memperhatikan sekitarnya.
Semakin hari berlalu,
semakin banyak pula hal yang tidak wajar terjadi antara Ibunya dan Mario,
pernah ketika acara makan malam bersama yang digelar besar-besaran oleh pihak
pesantren, Nurul pun tak sengaja melihat ibunya tengah duduk dibarisan paling
belakang tenda diapait oleh dua orang pria yang salah satunya adalah Mario.
Saat itu ibunya terlihat
fokus ke arah depan menonton sajian acara yang diisi dengan lagu-lagu qasidah
dan lagu-lagu islami lainnya. Namun yang membuat Nurul sedikit curiga adalah
wajah ibunya yang terlihat memerah padam seperti menahan sesuatu, sesekali pula
Nurul melihat kalau ibunya tersebut menengadah ke atas dan memejamkan matanya
seperti orang yang sedang keenakan akan sesuatu.
Dan ketika Nurul ingin
mendekati Ibunya tersebut, Ibunya justru beranjak dari tempat duduk dan diikuti
oleh Mario serta laki-laki satunya. Nurul sempat bersembunyi sebentar karena
dia berpikir Ibunya akan melihat dia berdiri. Namun ternyata tidak sama sekali.
Nurulpun kemudian
memutuskan diam-diam beranjak dari duduknya dan mengikuti arah ibunya berjalan
bersama kedua pria tersebut. yang ternyata mereka berjalan ke belakang tenda
yang tidak jauh dari tempat acara utama. Disana, terdapat sebuah mobil kijang
kapsul berwarna biru yang tidak Nurul ketahui siapa pemiliknya. Nurul sempat
melihat ibunya seperti celingak-celinguk melihat keadaan sekitar, kemudian dia
masuk ke dalam mobil kijang biru tersebut dan disusul oleh Mario dan pria
satunya lagi.
"Astagfirullah"
Ucap Nurul mengucap tidak menyangka apa yang sedang dilihatnya. Ibunya baru
saja masuk ke dalam mobil bersama dua orang laki-laki di tempat gelap seperti
ini. Sebuah prasangka yang mau tidak mau mengarah ke arah yang negatif.
Dan prasangka itupun
semakin lama semakin menjadi ketika tidak berapa lama setelahnya, mobil kijang
itupun bergoyang-goyang dengan sangat hebat.
#Bersambung................
0 Response to "Akhwat Yang Ternoda - Part 7"
Post a Comment