Keuangan keluarga
Haris semakin hari semakin terasa mencekat manakala saat ini ia harus rela
diputus kerja secara sepihak oleh pihak pabrik tempat dia mengabdikan diri
selama ini. PHK memang sudah menjadi momok tersendiri bagi semua buruh diluar
sana. Ketetapan kerja yang abu-abu serta manajemen yang buruk seringkali di
temui di pabrik-pabrik saat ini.
Tapi semua hal
tersebut tertutupi dengan tunjangan dan gaji yang memang menggiurkan banyak
mata, apalagi ketika adanya sistem lemburan yang bisa dimanfaatkan para buruh
untuk mendulang lebih banyak penghasilan, tentu saja pabrik tidak akan pernah
kehabisan orang yang berminat untuk bekerja disana. Termasuk untuk Haris
sendiri. 10 tahun sudah dia memberikan jiwa dan tenaganya untuk jadi buruh di
pabrik yang beroperasi sebagai pembuat biskuit. Hanya untuk mendapati kalau
beberapa hari yang lalu dia harus rela di PHK.
"Mungkin
sudah bukan rejeki untuk kita lagi Abi" Ucap Istri Haris dengan suara yang
lembut. Istrinya Nurul paham betul kalau suaminya tersebut begitu terpukul
dengan pemecatan yang di terimanya.
Saat ini, Haris
memberitahukan kepada istrinya tersebut tentang pemutusan kontrak kerjanya di
pabrik. Awalnya dia berniat untuk tidak memberitahu Nurul karena malu dan juga
bingung. Tapi setelah melewati berbagai pertimbangan Haris berfikir lebih baik
dibicarakan saja. Haris yakin istrinya pasti mengerti, dan hal itu ternyata
benar.
Nurul memang
terlihat ikut sedih mendengar kabar ini, namun dia terlihat lebih support
kepada suaminya tersebut dengan tidak menunjukkan wajah kekecewaannya. Nurul
yakin suaminya pasti lebih terpukul darinya saat ini.
"Maafkan Abi,
Mi! Abi janji bakal cari kerja lagi secepatnya" ucap Haris memegang tangan
istrinya.
Nurul pun
tersenyum "Iya Abi, Umi akan bantu doa buat kelancaran seluruh urusan Abi
kedepannya. Semoga Allah memberikan kita jalan rezeki yang lebih baik"
Ucap Nurul menenangkan segala gundah gulana di hati suaminya.
"Ammiinnn.
Makasih sayangkuu" balas Haris sambil mengecup kening sang istri. Nurul
bahkan sampai bersemu merah karena perlakuan suaminya tersebut.
"Yuk kita
tidur!" Ajak Haris kemudian.
Namun bukannya
mengikuti suaminya yang berselimut, Nurul justru terlihat tersenyum manja
seperti meminta sesuatu.
"Umi lagi
pengen nih Bi!" Ucapnya secara tiba-tiba menggoyang badan Haris.
Haris yang tadinya
sudah nyaman dalam selimut pun terlihat kaget dengan permintaan dari istrinya
tersebut. Karena ini adalah pertama kalinya Nurul meminta nafkah batin kepada
Haris secara gamblang seperti itu.
"Umi kesambet
setan dimana?" Tanya Haris bercanda berusaha mencairkan suasana hatinya
yang serasa mau melompat dari tubuhnya.
Bukan apa-apa,
tapi selama ini Haris mengenal istrinya Nurul sebagai pribadi yang pemalu dan
alim. Meski mereka sudah berumah tangga selama 6 tahun. Tapi Nurul kadang
bersikap seperti ABG yang baru jatuh cinta karena sifat pemalunya tersebut.
Lantas ucapannya
yang barusan pastilah sangat mengagetkan Haris.
Nurul lalu
memasang wajah cemberut "Gak jadi deh kalau gitu" jawabnya menyesal
mencoba jujur kepada suaminya tersebut.
Bukan tanpa
alasan, Nurul mengatakan hal tersebut karena selama ini dia merasa intensitas
hubungan ranjang dirinya dengan Haris sangatlah berkurang. Apalagi semenjak
Haris memutuskan untuk berkerja lembur terus-terusan karena ingin menabung
untuk membeli rumah. Aktivitas yang seharusnya jadi ibadah tambahan untuk
pasangan suami istri tersebut, akhirnya harus ikut dikorbankan juga.
Dalam hati Nurul
bahkan mengharapkan kalau suaminya tersebut mau melakukan hubungan ranjang
dengannya setiap hari, karena sudah bertahun-tahun mereka menikah, kehadiran
malaikat kecil diantara mereka belum kunjung datang juga. Dan Nurul seperti
terpukul oleh hal tersebut.
Tapi selama ini
dia mencoba mengerti saja karena mungkin memang mereka belum diberi rejeki oleh
tuhan yang maha kuasa. Tapi kalau mencoba saja kurang, bagaimana mau
mengharapkan hasil yang maksimal?
Itulah yang jadi
pemikiran Nurul selama ini hingga akhirnya dia memutuskan untuk berbicara dan
meminta lebih dulu kepada Haris suaminya. Tapi
bukannya direspon
positif, Haris malah mengaggap perkataannya tersebut sebagai lelucon semata
saja. Padahal butuh keberanian besar dalam diri Nurul untuk bisa berbicara
seperti itu.
Kecewa mungkin
adalah hal yang dirasakan Nurul saat ini, tapi mau bagaimana lagi? Tidak
mungkin dia merengek kepada suaminya untuk diajak berhubungan ranjang. Rasanya
tidak pantas seorang istri yang meminta duluan kepada suami.
Haris tiba-tiba
bersuara.
"Ini pasti
gara-gara omongan ibu-ibu komplek, iya kan?" Tanyanya.
Nurul tercekat,
serasa bahwa perkataan suaminya tersebut seperti tepat mengenai sasaran.
Tapi Nurul
berupaya menyembunyikan kegugupannya agar tidak ketahuan.
"Enggak"
jawabnya singkat.
Haris menghela
nafas "Umi gak perlu berbohong, Abi juga sudah dengar kabarnya"
"Tapi kenapa
Abi diam saja?" Nada bicara Nurul pun naik seketika
"Karena semua
itu tidak benar Umi" jawab Haris tenang.
Nurul membalik
badan menatap suaminya "Abi tau darimana kalau Umi ini gak mandul? Enam
tahun kita menikah tapi Umi tidak pernah hamil. Itu namanya apa kalau tidak
mandul?" Kata Nurul dengan nada yang semakin tinggi.
Habis sudah rasa
sabar yang dimilikinya selama ini melihat sikap Haris yang terlihat begitu
tenang-tenang saja, padahal dia tau tentang rumor yang tengah beredar di
kampung sekitar.
Rumor bahwa Nurul
mandul dan tidak bisa memberikan keturunan. Memang ini bukan pertama kalinya
pasangan Haris dan Nurul jadi topik pembicaraan di sekitar. Tepat tiga tahun
yang lalu, rumor yang sama juga menghantam keluarga kecil tersebut.
Tapi pada saat
itu, baik Haris maupun Nurul dengan cepat membantah kabar tersebut dengan
memberitahu kalau mereka sama-sama berkomitmen belum ingin mempunyai anak.
Namun setelah tiga
tahun kemudian mereka justru belum punya anak juga, rumor tersebut kembali
datang menerpa mereka.
Entah siapa yang
memulai, dan apa tujuannya. Tapi rumor tersebut cukup berpengaruh pada kondisi
psikis Nurul.
"Kita sudah
pernah ke dokter dan dokter bilang Umi baik-baik saja" balas Haris
berusaha menenangkan emosi istrinya.
"Bisa saja
dokter nya salah" balas Nurul cetus.
"Kalau begitu
ayo kita buktikan saja" ajak Haris yang kemudian melingkarkan tangannya di
pinggang Nurul.
"Dah males.
Mending tidur aja" jawab Nurul masih ketus.
Haris tersenyum
gemas, salah satu sifat istrinya yang begitu dia sukai adalah sifat marahnya.
Entah kenapa dia merasa istrinya tersebut jadi seperti anak ABG putus cinta kalau
sedang marah.
"Yakin nih?
Padahal tadi Umi yang ngajakin loh" ucap Haris menggoda.
Nurul pun jadi
mengutuk dirinya sendiri ketika dia diingatkan akan permintaannya tadi. Mukanya
memerah padam saat adegan tersebut kembali terputar dikepalanya. Dia tidak
habis pikir kalau dia punya keberanian seperti itu juga.
"Yakin 100
persen" jawab Nurul yang kemudian masuk ke dalam selimut.
Haris tersenyum
kecut melihat istrinya.
"Maafin Abi,
Mi! Ini semua bukan salah Umi tapi salah Abi. Bukan Umi yang mandul tapi
Abi" ucap Haris di dalam hatinya.
Andai saja Haris
punya keberanian seperti itu untuk mengungkapkan yang sebenarnya. Mungkin
istrinya tidak perlu merasa terbani oleh rumor-rumor tersebut. Tapi semuanya
ditahan oleh Haris karena dia takut akan konsekuensinya di kemudian hari yang
berpotensi dirinya akan kehilangan Nurul seutuhnya.
Haris takut kalau
sampai istrinya tau, Nurul akan menceraikan dan meninggalkannya seorang diri
dan Haris merasa tidak siap untuk hidup tanpa Nurul.
Untuk itu, dia
harus menyimpan rapat-rapat rahasia ini meski harus hidup dalam rasa bersalah
yang begitu mendalam kepada Nurul di hatinya.
0 Response to "Akhwat Yang Ternoda - Prolog"
Post a Comment