"Apa? Saya mandul
Dok?" Suara Haris bergema dalam ruangan kecil tempat dia dan dokter sedang
berdiskusi.
"Bukan Pak, bukan
itu maksud saya. menurut hasil tes yang telah kita lakukan terhadap sample,
kekentalan sperma bapak sangatlah rendah, jadi ini bisa dikatakan salah satu
faktor penyebab Pak Haris tidak bisa membuahi istri Pak Haris" terang
Dokter tersebut sedikit muram.
Haris terlihat sangat
khawatir "Bukankah itu sama saja dengan mandul Dok? Apa tidak bisa
disembuhkan? Saya ingin sekali punya anak" tanya Haris serius.
"Kemungkinannya
masih ada Pak Haris, kita bisa memberikan resep obat dan resep makanan untuk
meningkatkan kekentalan sperma milik Pak Haris, tapi ini tidak menjamin untuk
bisa sembuh seutuhnya, dan masih ada juga kemungkinan kalau faktor lain yang
jadi penyebabnya, seperti stress dan kurangnya olahraga" Kata Dokter
tersebut.
"Dan juga Saya
sarankan bapak mengurangi aktivitas ranjang bersama istri, kalau bisa lakukan
seminggu sekali saja atau satu kali dua minggu. Saya sarankan untuk tidak
sering membuang-buang sperma anda karena itu sangat mempengaruhi tingkat
kekentalannya" lanjut Dokter itu kembali.
"Bi!"
"Abiii!!!!"
"Abii
iiihhh!!!"
Suara nyaring Nurul
membangunkan Haris dari lamunannya. Lamunan dimana dia berkonsultasi diam-diam
kepada dokter untuk mengetahui penyebab dia tidak bisa menghamili Nurul.
"Eh iya Mi! Kenapa?
Kenapa? Jawab Haris gugup.
"Tuh kan kebiasaan
deh! Selalu aja gak pernah denger kalau Umi lagi ngomong! Pagi-pagi udah
ngelamun" protes Nurul sedikit sewot.
"Tadi aku cerita
gimana kalau aku juga kerja" lanjut Nurul menjelaskan maksudnya.
Haris menaikkan alisnya
"Umi mau kerja? Enggak! Enggak! Itu tanggung jawab Abi"
"Tapi gak ada
salahnya kan Umi juga membantu? Lagian dari dulu Umi gak ngapa-ngapain di
rumah" ucap Nurul.
"Pokoknya enggak!
Abi gak mau Umi ikutan repot gara-gara ketidakmampuan Abi mencari nafkah"
balas Haris. "Lagian Umi mau kerja apa?? Umi kan gak punya pengalaman sama
sekali dalam dunia kerja" sambung Haris.
Tapi Nurul seperti tidak
mau menyerah "Bu Resi bilang dia punya temen yang lagi butuh orang buat
bersih-bersih rumah sama memasak, kerjanya cuma pagi dan sore aja dan
bayarannya lumayan" tambah Nurul.
"Jadi pembantu rumah
tangga? No! No! Enggak! Abi gak mau Umi kerja begitu" jawab Haris.
"Kerja begitu
gimana? itukan pekerjaan halal Bi!"
"Iya Abi tau, tapi
bukan itu maksudnya Abi. Masa istri Abi yang cantik ini jadi pembantu
orang?" Goda Haris mengalihkan.
"Ah! Udah kepepet
gini Abi masih bisa gombal aja" balas Nurul kesal.
"Abi juga mau ngasih
tau Umi sesuatu"
Nurul menaikkan alisnya
"Sesuatu?"
"Iyah. Kemarin Abi
ketemu Pak Sukani di warung, gak sengaja bilang kalau Abi udah gak kerja di
pabrik lagi"
"Trus?"
"Pak Sukani spontan
ngajak Abi ikut dalam proyek nya dia, dan Abi bilang bakalan ikut sama dia,
tapi-" Haris berhenti sejenak.
"Tapi apa Bi?"
Tanya Nurul semakin penasaran.
"Abi bakal ninggalin
Umi selama dua minggu atau lebih" balas Haris lesu.
"Emangnya proyek apa
sih Bi?"
"Tambang baru di
kalimantan Mi! Pak Sukani bilang gajinya lumayan gede. Dan kalau misalnya kerja
kita udah bener, pasti nanti akan di panggil lagi ke proyek-proyek
selanjutnya" mata Haris begitu berbinar menjelaskan.
"Dan Abi bakalan
ninggalin Umi di rumah terus gitu?"
"Abi pasti pulang
kok"
"Iya tetep aja Umi
bakalan sendiri di rumah!" Nurul membuang mukanya, dia tak mau melihat
muka Haris yang nampak tidak peduli kalau dia akan meninggalkan Nurul.
"Abi ngelakuin ini
agar bisa memperbaiki keuangan kita Mi!" bela Haris.
Tapi nampaknya Nurul
malah semakin kesal "Lalu kenapa Abi gak mengijinkan Umi bekerja juga?? kan
lumayan!!" balasnya sewot.
"Baiklah. Kalau gitu
Abi bakalan ijinin Umi kerja"
Seketika Nurul
membalikkan badannya "Beneran Bi?" Tanyanya bersemangat.
Haris pun menganggukkan
kepalanya pertanda dia setuju dengan hal tersebut.
"Tapi dengan satu
syarat!" ucap Haris.
"Syarat apa
Bi??"
"Umi harus selalu
tertutup! kalau perlu, pakai cadar dan sarung tangannya!" tutur Haris.
Memang selama ini pakaian
Nurul sehari-hari sudah tergolong tertutup, baju kurung dan hijab lebar selalu
membalut tubuhnya kalau dia pergi keluar rumah, namun rasanya saat ini Haris
masih merasa itu kurang, orang lain masih bisa melihat wajah cantik istrinya
yang dapat memikat lelaki manapun. Karena itulah Haris harus mengajukan syarat
ini karena nanti Nurul akan sering berada diluar.
"Tapi kan panas Bi!!
apalagi pekerjaannya jadi pembantu" protes Nurul.
"Kalau begitu Umi di
rumah aja!!"
"Enggak-enggak, Umi
bakal nurutin kata Abi"
Memang bukan sebuah
keputusan yang ringan yang diambil Haris mengingat sebelumnya Nurul belum
pernah bekerja ataupun sering keluar dari rumah, karena dia tipe wanita rumah
tangga biasa yang sangat bergantung pada suaminya.
Tapi Haris juga sadar
kalau kepergiannya ke kalimantan nanti pastilah meninggalkan sebuah lubang
kosong di hati istrinya, apalagi dengan rumor-rumor yang beredar di lingkungan
sekitar, membuat Haris khawatir kalau Nurul bakalan sangat stress di rumah.
Pilihan untuk
membiarkannya bekerja adalah satu-satunya opsi agar Nurul dapat mengalihkan
pikirannya ke hal lain. Jadi keputusan Haris saat ini adalah keputusan yang
paling tepat. Paling tidak menurut dirinya sendiri.
Haris tidak tau kalau
keputusannya tersebut, telah membuka pintu utama terhadap bencana yang tengah
bersiap menghampiri keluarga dan pernikahannya. Dia tidak tahu bahwa dia telah
melepaskan belenggu yang selama ini mengikat hati istrinya.
0 Response to "Akhwat Yang Ternoda - Prolog Bagian 2"
Post a Comment